Bandar Lampung, 4 Juni 2025 — Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Triga Nusantara Indonesia DPD Lampung kembali mengungkap data mencurigakan dalam laporan harta kekayaan pejabat di lingkungan Kementerian PUPR. Kali ini, perhatian tertuju kepada MF. Nur Yuniar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, yang berdasarkan data LHKPN terakhir mengalami lonjakan kekayaan sebesar Rp415 juta lebih atau naik 81,18% dalam tiga tahun (2018–2021).

Namun yang lebih mengkhawatirkan, menurut temuan LSM, hingga pertengahan tahun 2025, MF. Nur Yuniar belum juga menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk tahun 2024, sebagaimana diatur dalam peraturan KPK.

“Ini pelanggaran etik serius. Ketika pejabat publik menghindar dari kewajiban lapor kekayaan tahunan, patut diduga ada sesuatu yang sengaja disembunyikan,” tegas Faqi Fahrozi, S.Pd.I, Sekjen LSM Triga Nusantara Indonesia DPD Lampung.

Dalam LHKPN 2021, Nur Yuniar tercatat memiliki harta senilai Rp926.644.133, naik dari Rp511.188.096 pada 2018. Peningkatan tajam ini berasal dari pembelian dua bidang tanah di Bandar Lampung senilai total Rp850 juta, yang sebelumnya tidak dilaporkan. Tak hanya itu, kas/setara kas melonjak fantastis lebih dari 4.000%, dari hanya Rp1,1 juta menjadi Rp49 juta.

“Bagaimana mungkin pejabat selevel PPK, dengan gaji terbatas, bisa menambah aset tanah ratusan juta dan menyimpan uang tunai sebesar itu tanpa penghasilan tambahan yang patut dipertanyakan legalitasnya?” kata Fahrozi.

Anehnya, alih-alih transparan, Nur Yuniar justru terpantau tidak melaporkan harta kekayaannya untuk tahun 2024. Menurut Fahrozi, ini adalah indikasi kuat adanya potensi penyimpangan atau penghindaran pelaporan, yang seharusnya menjadi perhatian KPK.

“Kami minta KPK jangan hanya menjadi ‘arsip nasional kekayaan’, tapi bertindak! Segera lakukan audit investigatif terhadap kekayaan MF. Nur Yuniar dan gali kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam proyek-proyek Balai Sungai,” ujar Fahrozi.

LSM Triga Nusantara Indonesia menyatakan akan mengirim surat resmi kepada KPK, Itjen Kementerian PUPR, dan Ombudsman RI untuk menuntut evaluasi integritas dan penegakan kepatuhan LHKPN pejabat tersebut.

"Kalau pejabat takut transparansi, maka publik wajib curiga. Negara butuh pelayan, bukan pedagang proyek!" pungkas Fahrozi dengan nada tajam.